Langsung ke konten utama

Teruntuk daun yang tak pernah berguguran



Teruntuk daun yang tak pernah berguguran

Hidup, sesuatu hal yang terus berjalan entah sampai kapan. Hidup bagaikan sebuah roda yang terus bergerak maju. Ketika roda itu berputar, roda tersebut akan melintasi berbagai jalan yang tidak selalu sama. Entah itu menanjak, menurun, ataupun jalan yang berkelok, roda akan terus dapat melaluinya selama roda tersebut masih dalam keadaan utuh dan tidak rusak.

Namun, kehidupan ini tak bisa diibaratkan sebagai sebuah roda yang dapat bergerak maju ataupun mundur. Hidup tak ubahnya sebuah pohon. Kehidupan sederhana namun sangat berarti ada di dalam pohon.

Ketika hidup bagaikan sebuah pohon. Engkau adalah pohon yang terus tumbuh dan berkembang. Pohon yang terus mencari sumber kehidupan dengan menumbuhkan akar. Namun hanya akar takkan bisa membantu pohon untuk terus berkembang, ia juga membutuhkan daun untuk membantunya melanjutkan hidupnya. Pohon menyadari bahwa daun dapat membantunya agar bisa tumbuh dengan cepat, Karena itulah pohon selalu menumbuhkan daun yang banyak berharap daun-daun tersebut dapat terus membantunya melakukan fotosintesis agar pohon dapat terus tumbuh dan berkembang. Namun karena terlalu senangnya pohon lupa kalau daun-daun tersebut takkan bertahan untuk selamanya.

Aku mengenal sebuah pohon kecil yang tumbuh di tanah yang agak gersang. Pohon tersebut tumbuh berada jauh dari pohon sekitarnya. Walaupun begitu pohon kecil tersebut tumbuh sama seperti pohon lainnya. Ketika ia tumbuh, pohon tersebut memiliki daun yang sangat hijau dan daun yang baru terus tumbuh seiring pertumbuhan dari pohon tersebut. Walaupun pohon tersebut tumbuh di tanah yang tidak terlalu subur namun ternyata pohon tersebut cukup pandai untuk menemukan air melalui akar-akarnya. Aku kira takkan ada masalah dan pohon itu bisa terus berkembang sama seperti pohon lainnya walaupun aku terkadang lupa untuk menyiramnya.

Awalnya pohon kecil tersebut tumbuh dengan baik dan pohon kecil tersebut terlihat sangat senang dengan daun-daun kecil yang terus tumbuh bersamanya. Ia selalu mengajak daun-daun kecil tersebut membicarakan hal-hal aneh dan tertawa layaknya pohon kecil.

Namun siapa yang menduga suatu hari ada angin kencang yang menimpa daerah tersebut. Aku lalu teringat dengan pohon kecil tersebut, khawatir angin akan menumbangkan pohon kecil tersebut. Berharap pohon kecil itu baik-baik saja dikarenakan angin waktu itu sangatlah kencang.

Setelah angin redah, aku lalu berlari menemui pohon kecil dan dari kejauhan aku masih melihat pohon kecil tersebut. Sepertinya angin tidak membuat pohon kecil itu tumbang dan itu membuatku sedikit merasa lega. Namun ketika aku perlahan-lahan berjalan dekat ke arahnya, terlihat pohon kecil tersebut terlihat sedih dan menahan isak tangis. Aku lalu bertanya “ada apakah pohon kecil? Kenapa kamu terlihat sedih padahal kamu selamat dari amukan angin tadi? Apakah gerangan yang membuatmu sedih seperti ini?”. Pohon kecil tersebut menjawab dengan isak tangais, “Apakah engkau tidak melihat keadaanku sekarang? Rantingku patah dan banyak daun berguguran karenanya. Aku masih kecil tapi aku harus kehilangan ranting dan banyak daun karena angin tadi. Ini membuatku kesakitan dan sangat sedih”.

Aku lalu mencoba untuk menghibur pohon kecil dengan mengatakan bahwa rantingmu akan tumbuh kembali dan daun-daun akan tumbuh kembali dan menemanimu seiring pertumbuhanmu nanti. Kulihat senyum terpancar diwajah pohon kecil tersebut. Ia menghapus air matanya lalu berkata, “Apakah benar yang kamu katakan itu? Daun-daun tersebut akan tumbuh dan tak akan meninggalkanku lagi?”. Tanpa pikir panjang aku lalu mengatakan “Ya” berharap senyum kembali terukir diwajah pohon kecil.

Seiring berjalannya waktu aku selalu menyirami pohon kecil itu setiap hari seraya memperhatikan pertumbuhannya, berharap daun-daunnya cepat tumbuh. Dan seiring waktu pohon kecil itupun tumbuh menjadi pohon yang dewasa dan juga dengan dipenuhi daun-daun yang lebat. Namun entah kenapa seiring berjalannya waktu pohon tersebut terlihat semakin murung. Ia telah mendapatkan banyak dedaunan yang tumbuh disekitarnya namun keceriaan yang dulu tidak kembali menyelimutinya. Ia terlihat jarang bercerita dengan daun seperti yang dulu ia lakukan sewaktu masih menjadi pohon kecil. Ia terlihat tidak peduli lagi dengan daun.

Waktupun terus berganti hingga daun-daun dari pohon tersebut banyak yang berguguran dan tak terlihat pohon itu berusaha menumbuhkan daun yang baru. Pohon tersebut berubah menjadi pohon yang gersang yang hanya tersisa beberapa daun dirantingnya.

Aku lalu bertanya kepada pohon itu, “wahai pohon sekarang bukan lagi musim kemarau namun engkau belum juga menumbuhkan daun di rantingmu. Adakah sesuatu yang membuatmu sedih sedemikian rupa sehingga engkau tak mampu lagi menumbuhkan daun? Bukankah engkau masih muda?. Apakah kau tahu bahwa tanpa daun engkau tak akan bisa tumbuh dan berkembang lagi? apakah kamu tidak sukajika dahanmu dipenuhi dengan daun?”.

Pohon tersebut mengalihkan pandangannya dariku seraya berkata, “bukannya aku tidak tahu kalau aku sangat membutuhkan daun-daun tersebut dan juga bukannya aku tidak suka dengan daun-daun tersebut namun aku memiliki sebuah alasan yang mungkin terlalu bodoh atau kekanak-kanakan untuk kamu ketahui”.

“Alasan apakah itu wahai pohon? Bagiku jika itu menyangkut perasan seseorang takkan ada alasan yang bodoh atau terlalu kekanak-kanakan” kataku berusaha meyakinkan pohon tersebut.

Pohon tersebut lalu berkata, “Engkau pasti tahu bahwa dari dulu aku sangat senang bermain dan bercerita dengan daun-daun dan engkau juga tahu dulu aku sangat terpukul ketika pertama kali rantingku patah karena angin yang sangat lebat dan aku harus kehilangan daun-daunku yang masih muda. Apakah kau tahu sejak engkau mengatakan bahwa mereka akan tumbuh kembali dan tak meninggalkanku lagi, sejak saat itu aku bertekad untuk menjaga daun tersebut. Setelah daun-daun tumbuh kembali apakah kau tahu betapa senangnya aku namun entah kenapa seiring berjalannya waktu daun-daun tersebut berguguran padahal tak ada angin kencang bahkan daun yang masih muda sekalipun berguguran satu persatu. Aku lalu bertanya ke pohon yang lain dan apakah kau tahu apa yang pohon itu katakan kepadaku?. Ia berkata bahwa daun memang seperti itu. Seiring berjalannya waktu daun akan berguguran meninggalkanmu entah itu karena tiupan angin atau memang karena sudah waktunya. Aku lalu bertanya kepada pohon tersebut, apa maksud dari ‘ sudah waktunya?’ pohon itu tertawa dan berkata bahwa setiap daun memiliki waktunya masing-masing. Walaupun ia tak tertiup oleh angin, daun akan tetap berguguran apabila waktunya sudah tiba dimana batang tidak sanggup lagi menahan daun tersebut.”

Aku lalu berkata kepada pohon tersebut, “jika demikian mengapa kamu tidak berusaha menumbuhkan daun-daun itu kembali setiap mereka berguguran agar semuanya kembali seperti sedia kala?”.

Pohon itu mulai terlihat semakin murung. Ia lalu menunduk seraya berucap, “jika semuanya sesederhana yang kamu katakan tentu aku tidak akan sesedih ini. Aku selalu dianggap pohon yang sombong oleh pohon yang lain dikarenakan aku terlihat seperti tidak membutuhkan batuan dari daun lagi untuk terus tumbuh dan berkembang. Namun apakah kau tahu kenapa aku melakukan semua ini? Kenapa aku bersikap dingin kepada daun dan tidak berniat untuk menumbuhkan daun yang baru?. Apakah kau tahu rasa sakit dari kehilangan?. Tentu kau tahu aku pernah kehilangan hal yang berharga yaitu rantingku ketika aku masih sebuah pohon kecil. Mungkin ranting itu tumbuh kembali namun bagiku itu tak akan pernah sama dengan ranting yang dulu. Sama halnya dengan daun-daun tersebut. Aku terlalu takut merasa kehilangan ketika daun-daun itu terus berguguran di depan mataku. Aku benci ketika harus kehilangan hal-hal yang membuatku merasa nyaman. Karena itulah aku selalu bersikap dingin kepada daun bahkan mencoba untuk berhenti menumbuhkan daun yang baru karena aku terlalu takut ketika harus merasakan sakit jika daun-daun akan pergi meninggalkanku. Dan seperti yang kau lihat sekarang, aku hanyalah sebuah pohon gersang yang tak lagi memiliki daun kecuali hanya beberapa daun yang tua dan mungkin sebentar lagi daun itu akan meninggalkanku. Hari ini aku menyadari bahwa aku terlalu bodoh mempercayai perkataanmu dulu bahwa daun-daun tidak akan pernah meninggalkanku lagi. tapi itu tak masalah bagiku krena sekarang aku bukanlah pohon kecil lagi yang mudah percaya dengan hal-hal seperti itu.”

Aku tertunduk lesu mendengar semua pengakuan pohon dan tiba-tiba aku tersenyum kecil seraya berkata, “apa yang membuatmu berpikir bahwa selama ini aku berbohong kepadamu? Aku sekali-kali tak pernah berbohong kepadamu”. Pohon tersebut hanya bisa menatapku penuh keheranan. “Apakah kau tahu bahwa apa yang telah aku katakan kepadamu itu bukanlah sebuah kebohongan? Sekarang coba lihatlah dirimu ada berapa daun yang tersisa di tangkaimu? Itulah yang aku maksud daun yang tidak akan meninggalkanmu lagi. kau terlalu terpaku dengan hal besar yang hilang padamu tanpa pernah memperhatikan hal-hal kecil yang selalu bersamamu. Bahkan ketika engkau kehilangan daun yang sangat engkau senangi kau melupakan daun yang lain yang telah lama bersamamu yang terus bertahan, bertahan agar tidak berguguran bersama dengan daun yang lainnya. Dan kini ketika daun-daun tak setia itu berguguran satu sama lain, kau terlalu bodoh menangisi kepergian mereka hingga tak memperhatikan masih ada daun yang terus setia bersamamu hingga sekarang. Apa kau tidak memperhatikan daun yang masih menempel ditangkaimu itu? itu bukanlah daun yang terlihat masih hijau. Sebagian dari diri daun tersebut telah menguning yang menandakan ia telah bersamamu sejak lama dan telah melalui beberapa musim denganmu. Dari sekian banyak daun yang pernah ada dirantingmu kini tinggal ia dan beberapa helai lainnya yang tersisa, itu menandakan mereka masih ingin bersamamu hingga mereka harus mengikatkan diri mereka kuat-kuat keranting pohonmu agar tidak berguguran bahkan ketika angin menerpa”. Pohon hanya bisa tertunduk lesu menyesali semuanya.


Karena itulah jangan terlalu terpaku dengan kesedihan masa lalumu. Pohon itu ibarat diri kita dan daun ibarat ikatan kita dengan orang-orang yang pernah hadir di dalam hidup kita. Terkadang kita seperti pohon tersebut yang terlalu takut menumbuhkan dedaunan dikarenakan takut untuk merasakan kembali yang namanya kehilangan. Terkadang kita masih membawa rasa sakit kehilangan dari masa lalu ke masa sekarang sehingga kita terlalu takut untuk memulai hal yang baru dikarenakan satu hal, yah “takut kehilangan ataupun ditinggalkan”.

Kita ibarat pohon yang terlalu bersedih atas orang-orang yang meninggalkan atau menjauh dari kita hingga kita mengabaikan orang-orang yang selalu bersama kita sedari dulu. Hidup bagai pohon dan daun yang mana daun akan tumbuh dan berguguran jika tersapu oleh angin ataupun jika memang tangkai tidak sanggup lagi menahan sang daun.

Begitupun dengan kehidupan, orang-orang akan berdatangan namun seiring berjalannya waktu mereka akan pergi satu persatu baik karena mereka hanyalah orang yang lalu lalang, karena ada masalah, atapun karena jarak dan waktu yang membuat mereka harus pergi dari kehidupan kita.
Namun ada satu hal yang harus kita ingat, hidup itu seperti daun yang terakhir yang mana akan ada minimal satu daun yang tertinggal diantara ribuan daun lainnya. Sama halnya dengan hidup, beribu-ribu orangpun yang pernah datang dalam hidupmu akan ada minimal satu orang yang tersisa. Orang yang telah lama ada dihidupmu dan walaupun terkadang engkau ataupun ia merasa bosan, orang tersebut tidak akan meninggalkanmu karena ikatan yang telah kalian buat seiring berjalannya waktu telah terikat dengan erat.

Karena itu hargailah daun-daun yang masih tersisa di hidupmu sebelum kau menyesal karena daun-daun itu berguguran seiring berjalannya waktu. Dan tak usah takut utnuk menumbuhkan daun yang baru karena dengan begitu kau akan bisa melihat daun mana yang takkan pernah berguguran hingga akhir....

Teruntuk daun yang tak pernah berguguran 
Terima kasih karena engkau tak berguguran seperti yang lainnya 
Terima kasih karena engkau selalu ada dan membantuku terus tumbuh seperti sebuah pohon 
Namun maaf jika aku terkadang sibuk memikirkan daun berguguran lainnya hingga terkadang melupakan daun-daun yang telah hinggap dikehidupanku sedari dulu
Maaf untuk semuanya, 
Namun terima kasih untukmu wahai daun yang tak pernah berguguran.





By : Shinz_ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tersenyumlah wahai hati yang bersedih

Tersenyumlah Wahai Hati yang Bersedih Ketika engkau tersandung duka, menangislah sekencangnya tak usah engkau menahannya. Ketika hatimu merasa sakit berteriaklah hingga hatimu tak bisa lagi berteriak. Biarkan dirimu merasakan kesedihan hatimu dan biarkan air matamu merasakan perihnya lukamu.

Best friend In Islam (Arti Sahabat)

Teman, menurut kalian teman itu apa? Sahabat itu apa dan yang bagaimana? Apakah mereka adalah orang-orang yang selalu ada disaat suka ataupun duka? Orang yang selalu memberikan bantuan? Ataukah orang yang menemani kita melakukan segala sesuatu hal bersama ?. Itu semua tergantung dari sejauh mana kita memahami pertemanan ataupun persahabatan itu sendiri.